Dear...

As simple as You created this world.
As meangingful as full as the happines can be.
As Light as feather taken by winds.

Writer

My photo
Bandung, West Java, Indonesia
I want everyone in Indoesia have the luxury of reading. Watching the world from a book.

Monday, September 07, 2009

Love letter

Dear,
Ingatkan dirimu dulu, bagaimana dulu setengah mati kamu membenciku. Mencibir di sudut mata, tenggelam di sudut ruangan ketika aku lewat. Terlalu complicated, kamu mahluk yang terlalu canggih untukku. Komplex yang kubenci-mahal. Perempuan yang tidak pernah ingin kuraih. Tidak pernah sedikitpun aku melihat cahaya terbit dari sudut itu. Lalu ingatkan lagi dengan dirimu yang lalu menangis tersedu-sedu sendirian. Tengah putus cinta dengan airmata di pipi. Yang ketika aku berusaha tersenyum, malah kamu menangis tersedu-sedu. Aku, laki-laki benci airmata.Tapi airmatamu yang membuat duniaku langusng jungir balik menggelepar. Saat itu, aku baru melihat kerlip yang indah.

Lalu, tiba-tiba kita menyanyikan lagu yang sama. Lalu semua komplikasi mendadak sirna. Kamu yang cemerlang terang dengan warna emas dan fuschia mengkilap, tiba2 berpendar menjadi hitam putih dengan deretan detail sederhana yang mudah kumengerti. yang kukira selalu glamour dan meledak-ledak di tiap jengkalya ternyata begitu sederhana dan tenang seperti bruelle caramell kesukaanmu.

Dan semua begitu mudah kucerna, begitu lembut dan manis untuk kujalani. Tidap detik tidak pernah sulit. Aku kira kamu punya mimpi untuk berlari di Paris dengan sekantung sepatu Chanel. Ternyata, aku menilai begitu jauh hingga kamu dan muka jutek datarmu bilang, kalau kamu hanya ingin membaca buku di sebuah teras bersamaku setiap sore nanti. Kukira kamu bercanda. Hingga setiap soreku habis menemanimu berkencan dengan buku-buku tebal itu yangberhasil membuat kantukmu menyala si pangkuanku. entah kamu sengaja atau tidak, tapi aku menikmati setiap detik yang berjalan hanya dengan melihat ekspresi bahagia wajahmu setiap menyelesaikan buku.

Lalu aku terbawa, terlalu aman dan nyaman. Aku mulai bosan dalam kesederhanaanmu. Aku bosan menemanimu di teras setiap hari. Aku bosan-hingga lupa, dalam setiap tahun yang berjalan. Mengira kamu tidak berubah dan menungguku selalu disitu. Mengira aku bisa sesekali berubah rasa dari merah ke biu lalu menjelajah negeri hijau tua sesuka hatiku. Toh, kamu selalu ada. KAmu kan selalu disana-janjimu takkan kau tamatkan ceritamu tanpa aku. Tanpa kusadari akulah yang lama-lama membuatmu padam. Awalnya begitu terang, lalu sedikit meredup dan hilang samasekali. Bodohnya akubaru menyadari semuanya sudah hilang ketika apinya padam. Kamu pergi, pulang kepada kebahagiaan tanpa akhir. dengan bertanya-tanya apa yang kamu inginkan.

Dalam amarah dan berontak aku bertanya-tanya. Apa yang kamu inginkan. Dalam penasaranku, aku berusaha membentuk sejuta dirimu dalam perempuan lain yang kukiara akan sesederhana dirimu. Dan lagi-lagi aku terkejut. Ternyata dalam kesederhanaanmu, kamu adalah identitas yang pelik, komplex bahkan aku mungkin tidak mungkin menciptakan sederhana dalam hiduplu sendiri.

Dan ini, adalah suratku yang kuterbangkan bersama angin. KUttupkan riduku bersama bintang-bintang di atas teras tempat kamu selalu tertidur. BErharap suatu hari kamu akan tertidur lagi di pangkuanku. Sesalku melewatkan kesederhanaanmu, akan kubuang jauh karena aku tahu kamu selalu mencintaiku untuk diriku, yang selalu kamu katakan tiap malam di tahun tahun pernikahan kita. Apapun yang aku lalkukan, kamu yang mmenerima bahagia beserta nilai di dalamnya.

Hari ini, dadaku berdegup kencang. Aku merindukanmu disaat aku terbelit dalam realita yang membingungkan. Aku membutuhkanmu untuk lagi-lagi menerangkan konsep sederhana. Aku laki-laki dan kini aku menangis merindukanmu.

Jika aku bisa mengulang lagi. Aku tidak keberatan mengulang setiap hari. Walau dalam tiap hari kamu akan melupakan keberadaanku saat kamu bangun. Jika setiap hari yang kamu lakukan hanya tersenyum kosong, memandang langit tanpa expresi.

No comments: