Dear...

As simple as You created this world.
As meangingful as full as the happines can be.
As Light as feather taken by winds.

Writer

My photo
Bandung, West Java, Indonesia
I want everyone in Indoesia have the luxury of reading. Watching the world from a book.

Monday, April 30, 2007

wo ai baba



Papa...

Om kumis yang galak.

Papa, blueprints gue yang plek-plekan.

sama-sama jutek sama orang baru.

sama-sama seneng dengerin lagu sendirian.

sama-sama suka baca macem-macem. sama-sama nekat dan outageous.

entah kenapa gue selalu pengen cerita tentang my only parent ini. papa, sebenernya orangnya rada gahar, galak, dan kejam. kalo itu yah tuntutan keadaan yang bikin dia begitu. besar di kampung tarutung sana, dan menjalani masa kecil di kalimantan. itu yang bikin bokap super sadis dan tegar dalam menjalani hidupnya, sekalidus ngotot ngga ada dua dengan hal yang dia yakinin bener, walo dia tau dia salah juga tetep ngotot.

"NGGA BOLEH CENGENG..."

itu kata-kata bokap gue dulu. gue tau, dulunya dia pengen banget punya anak laki-laki. tapi keluarlah anak gendut lucu ini dengan rambut ikal dan manja. tapi dia berkali-kali bilang ngga boleh cengeng harus tegar, harus kuat, harus bisa mandiri. biar ngga dipandang sebelah mata sama orang lain. kalo orang lain bisa, gue juga pasti bisa karena kata papa, sama-sama makan nasi.

jadilah gue anak perempuan yang tegar, kuat, mandiri, sekaligus ngga cengeng. supaya papa bangga, supaya aku ngga dipandang sebelah mata sama orang lain. apapun yang disodorkan papa, gue bisa dari mulai naik sepeda BMX, naik pohon, benerin genteng, benerin antene, naik motor, sampe naek motor besarnya. gue bisa karena gue percaya kata papa, kita sama-sama makan nasi. manusia ngga diciptain beda.

tapi gue lupa, papa juga seorang laki-laki. butuh seseorang untuk tempat pulang. dan pilihannya waktu dulu merupakan pengkhianatan terbesar. terbesar yang pernah aku terima. laki-laki pertama yang menghianatiku... papa. tapi darisitu aku belajar. kalau papa juga adalah manusia biasa sama seperti aku. dia mengajarkanku tanpa disadarinya bahwa, seberapa sakit duka yang kita terima. kita harus tetap kuat tegar setegar batu karang.

papa. pak kumis yang galak. 19 tahun mengenalnya. walau dia galak, keras, tegar dan kadang menyebalkan. di balik itu semua hatinya lembut. terkadang seringsekali aku menyakitinya. walau dia menanggapiku dengan banyak bentakan. aku tau tiap dia membentak, dia pun merasa sakit. walau dia menanggapiku dengan suara yang keras, aku percaya itu karena dia tidak bisa berbicara dengan lembut karena sulit menahan air mata di saat itu. aku tahu, papa menyadari banyak hal yang membuatku sulit untuk berbicara padanya. akupun tahu terkadang papa melihatku kelelahan dan menangis tapi berpaling tanpa mengucapkan sepatah katapun. karena diapun sakit ketika aku menangis.

papa, terkadang aku tidak membutuhkan semua ini. kadang ketika kita sama-sama pulang di malam hari dan bangun menjelang pagi betapa kita sangat serupa. hanya makan pagi di meja makan dan pergi dengan mobilnya masing-masing. berbicara dengan bahasa masing-masing untuk mengucapkan selamat bekerja dan semoga beruntung hari ini.

tepukan di punggung pagi ini menunjukan siapa papa dan siapa aku.

"Kalo cape tuh jangan dipendem sendiri, ci. Bisa stress nantinya. Papa pergi dulu ya, pulangnya hari jumat. kalo ada apa-apa telepon aja."

"ya papa. lu shang xiao xin!"

"...." *ngga ngerti

"ati-ati di jalan papa..."

"jia jian.." katanya sambil nyengir

Cengiran om kumis mengawali hariku, memberikan tenaga supaya aku selalu kuat, selalu tegar! wo ai baba...

No comments: