Dear...

As simple as You created this world.
As meangingful as full as the happines can be.
As Light as feather taken by winds.

Writer

My photo
Bandung, West Java, Indonesia
I want everyone in Indoesia have the luxury of reading. Watching the world from a book.

Wednesday, June 11, 2008

Opini vs Opini, tolong beri tempat pada fakta.

Tadi malam saya terkesima dengan perdebatan di TV One. Perdebatan itu mengenai pembubaran Ahmadiah sebagai jalan tengah pemerintah. Tapi jalan tengah untuk apa? Jalan tengah dalam masalah apa? Semuanya selalu berdasar opini. Menurut opini A, ini merupakan penistaan agama. Lain lagi menurut opini B. Karena saya bukan penganut agama yang sedang dipermasalahkan, mari kita lihat dari sudut pancasila saja.

Dulu waktu SD, saya dipaksa untuk menghafalkan Pancasila beserta butir-butirnya. Dan ketika saya memikirkan kembali isi debat itu tadi malam, saya tersiksa. Mengapa kemunculan suatu kepercayaan baru menjadi masalah untuk orang lain. Bukankah di Sila I butir 5, kira-kira begini isinya : "Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.", Kalo suatu kepercayaan sekelompok orang saja sudah dipaksakan, jelas-jelas salah menurut Pancasila. Karena Pancasila sendiri bilang, Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa adalah masalah pribadi. Pribadi tidak bisa didikte atau diperintah. Pribadi memiliki pemegang keputusannya, Sang Hati.

Pengambilan keputusan itu, terkesan cari aman dan tidak bijaksana. Bukankah dalam Sila ke dua Butir 8 ditulis pekat-pekat berani membela kebenaran dan keadilan. Tapi kebenaran yang versi mana? Versi Pancasila jelas, menurut saya. Karena saya sampai sekarang masih percaya dan yakin bahwa saya hidup di negara yang berdiri dengan dasar Pancasila. Pancasila yang sakti, yang terbukti sampai sekarang menjamin kebebasan beragama saya. Tertullis dengan tegas dalam UUD 45 pasal 29 ayat 2,

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Kalau dibilang penistaan, mari kita lihat Kristen dan Katolik yang agamanya bersinggungan dan ajarannya berbeda. Mereka bisa hidup berdampingan selaras dan serasi. Tolong, lihat semuanya dengan pikiran positif dan jernih. Saya jadi takut, suatu hari UUD 45 sudah tidak dianggap lagi dalam menjalankan pemerintahan sehingga jamninan Pancasila terhadap saya dan tiap warga negara lainnya pun mulai bias.

Pendapat saya sendiri netral. Ini hanya opini seorang bodoh yang awam. Saya hanya mencurahkan uneg-uneg saja. Tidak dilebih-lebihkan, tidak dikurang-kurangkan. Hanya fakta.

Ketika membuat suatu opini, tolong beri sedikit tempat pada fakta hingga kita semakin bijaksana.

No comments: